Takut Jatuh Pada Syirik
Mengingat dosa syirik adalah dosa yang tidak diampuni jika kita tidak bertaubat, terkadang ada rasa was was apakah saya sudah benar dalam bertauhid, khawatir jangan2 saya tergelincir dalam kesyirikan..apakah sikap was-was ini dibenarkan? Bagaimana solusinya?syukran
Dari : Miftah
Jawaban :
Bismillah was sholaatu wassalaam ‘ala Rasulillah, wa ba’du.
Rasa khawatir yang patut membuat anda bahagia dan disyukuri. Karena khawatir terjatuh pada dosa, terlebih dosa yang paling besar yaitu syirik, adalah sifatnya orang-orang sholeh.
Bahkan Nabi Ibrahim alaihissalam yang sebagai ayahnya para Nabi (Abul-anbiya’) dan sebagai kekasih Allah (Khalilurrahman) pun merasa khawatir kalau-kalau terjatuh pada kesyirikan. Sampai beliau memanjatkan doa,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
(QS. Ibrahim 35).
Para sahabat dahulu -semoga Allah meredhoi mereka- juga sangat khawatir tejatuh pada dosa. Imam Bukhori dalam kitab Shahihnya sampai menuliskan bab,
باب خوف المؤمن من أن يحبط عمله وهو لا يشعر
Bab : Kekhawatiran seorang mukmin dari perbuatan yang dapat mengugurkan pahala amalnya tanpa ia sadari.
Kemudian beliau menukil perkataan seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Abi Mulaikah –rahimahullah– yang menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan 30 orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau mengatakan,
أدركت ثلاثين من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم كلهم يخاف النفاق على نفسه، ما منهم أحد يقول إنه على إيمان جبريل وميكائيل
Saya telah bertemu dengan 30 sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mereka semua khawatir dirinya terjangkiti penyakit nifak. Tak ada seorangpun diantara mereka yang sampai mengatakan bahwa imannya seperti iman Jibril atau Mikail. (Lihat Shahih Bukhori Kitab Al Iman, pada bab yang tertulis di atas).
Seorang yang bersih hati dan imannya, akan merasa khawatir bila keimanannya ternodai. Belum juga tersentuh pada dosa, ia sudah merasakan takut dan gelisah apabila imannya ternodai. Yang demikian adalah sifatnya orang-orang yang dikaruniai Allah ilmu. Allah ‘azzawajalla berfirman,
ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, adalah para ulama.(QS. Fatir : 28).
Imam Hasan al Basri -rahimahullah-,
ما خافه إلا مؤمن وما أمنه إلا منافق
Tidak ada yang khawatir jatuh pada kemunafikan kecuali ia adalah seorang mukmin, dan tdk ada yang merasa aman dari kemunafikan melainkan orang munafik.. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Shahihnya).
Oleh karenanya, hendaklah perbanyak istighfar dan berlindung kepada Allah dari kesyirikan, dengan berdoa seperti doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim di atas,
رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini sebagai negeri yang aman, serta jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (QS. Ibrahim 35).
Aau berdoa dengan doa berikut,
اللهم إني أعوذ بك أن أشرك بك و أنا أعلم ، و استغفرك لما لا أعلم
ALLAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA AN USY-RIKA BIKA WA ANA A’LAM. WA ASTAGHFIRUKA LIMA LAA A’LAM
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari menyekutukanmu sementara aku menyadari. Dan aku memohon ampun kepadaMu terhadap apa yang aku lakukan sementara aku mengetahui dan menyadari.” (Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrod no. 551).
Imbang antara Khouf dan Roja’
Namun perlu kita ingat, bahwa dalam beribadah kepada Allah hendaknya kita seimbang antara khouf (rasa takut) dan roja‘ (rasa harap).
Karena kedua rasa ini bagi seorang mukmin ibarat dua sayap bagi burung. Ibaratnya, seorang hamba terbang mengunakan dua sayap ini; sayap khouf dan sayap roja’, di langit peribadahan kepada Allah ‘azzawajalla. Supaya dapat meraih kebahagiaan di kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam beberapa ayat Alquran, Allah ‘azzawajalla seringkali menyandingkan antara khouf dengan roja’. Seperti pada ayat berikut,
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan bersujud dan berdiri. Ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Katakanlah: “Adakah sama atara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar : 9).
Allah juga berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah : 98).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman,
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
Orang-orang sholeh yang mereka seru itu, mereka sendiri berharap jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al Isro’ : 57).
Untuk bisa terbang dengan baik, tentu harus ada keseimbangan antara dua sayap tersebut. Karena menitik beratkan perasaan khouf (takut) akan melahirkan keputus asaan. Dan menitik beratkan perasaan roja’ (harap) saja akan menyebabkan seorang merasa aman dari siksaNya dan berleha-leha dalam beribadah kepada Allah.
Kapan keseimbangan itu diraih?
Ketika seorang dapat menempatkan dua rasa ini pada tempatnya. Yakni ketika dibutuhkan khouf maka ia titik beratkan sisi khouf, kemudian ketika dibutuhkan roja’ (harap), maka ia titik beratkan sisi roja’.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rahimahullah– menerangkan,
والذي أرى أن الإنسان يجب أن يعامل حاله بما يقتضيه الحال وأن أقرب الأقوال في ذلك أنه إذا عمل خيرا فليغلب جانب الرجاء، فإذا همّ بسيئة فليغلب جانب الخوف، هذا أحسن ما أراه في هذه المسالة الخطيرة العظيمة.
Yang menjadi pandanganku, bahwa seorang wajib menyikapi keadaannya dengan sikap yang sesuai dengan keadaan yang ia alami. Dan pendapat yang terkuat dalam permasalahan ini adalah, ketika seorang melakukan kebajikan hendaknya ia titikberatkan sisi roja’nya (harap terhadap rahmad Allah). Kemudian apabila ingin melakukan maksiat, ia titikberatkan sisi khoufnya. Inilah pendapat terbaik menurut pandangan saya dalam permasalahan yang sangat penting ini. (Syarah Hilyah Tholib Al-Ilm hal. 36).
Kemudian rasa khouf yang terpuji, adalah khouf yang dapat menghasilkan amalan sholeh, bukan yang memupus asa, sehingga berhenti dari beramal.
Wallahua’lam bis showab.
Dijawab oleh: Ustadz Ahmad Anshori Lc.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/29292-khawatir-jatuh-pada-syirik.html